Kamis, 10 Maret 2011

Perbandingan Sistem Perpolitikan Indonesia dan Student Government di ITS

Kehidupan berpolitik merupakan salah satu kehidupan yang sering kita temukan di dalam kehidupan bermasyarakat dan banyak sekali mempengaruhi berbagai macam dinamika kehidupan. Bahkan demi kepentingan politik pengorbanan apapun dilakukan seakan-akan kita tidak peduli dan tidak tahu akan nasib disekitar kita.
John Locke (1632) yang merupakan pelopor monarki konstitusional dan pencetus teori pemisahan kekuasaan yang biasa dikenal dengan sebutan Trias Politika, membagi kekuasaan tersebut menjadi kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dimana ketiga semua di antaranya memiliki keseimbangan/kesetaraan yang tidak bisa saling mengintervensi satu sama lain, tetapi hanya dapat mengawasi kinerjanya saja (check and balance). Sedangkan di negara kita sistem perpolitikan yang digunakan menurut UUD 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan secara murni seperti yang diajarkan Montesqiu dalam ajaran Trias Politika. UUD 1945 lebih cenderung menganut prinsip pembagian kekuasaan (Distribution of Power), yang masih memungkinkan adanya kerjasama menjalankan tugas-tugasnya. Adapun kekuasaan-kekuasaan itu terbagi menjadi :
1.Kekuasaan Eksekutif, di negara kita dilakukan dan dipegang oleh Presiden RI beserta kabinet, yang bertugas dalam menjalankan undang-undang yang telah ditetapkan.
2.Kekuasaan Legislatif, di negara kita akan dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang salah satunya bertugas untuk mengawasi dan mengontrol kinerja dari eksekutif serta membuat RUU.
3.Kekuasaan Yudikatif, akan dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA), yang bertugas dalam hal membuat rumusan kontitusi hukum peradilan di negara kita.
4.Kekuasaan Konsultatif, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh DPA dalama melakukan pertimbangan keputusan.
5.Kekuasaan Eksaminatif (mengevaluasi), inspektif (mengontrol), atau auditatif (memeriksa), yang akan dijalankan oleh BPK.
Dari kekuasaan yang mendasar tersebut kekuasaan tertinggi tetap akan dipegang sepenuhnya di tangan masyarakat dan dijalankan oleh MPR. Adapun anggota MPR merupakan sebagaian dari anggota DPR, tetapi belum tentu anggota DPR merupakan anggota MPR.
Setelah berbicara banyak kehidupan politik di negara, sekarang kita akan melihat bagaimanakah kehidupan politik di dalam kampus ITS, terutama kebijakan politik di dalam mahasiswa itu sendiri atau yang dikenal dengan istilah Student Government di ITS. Setelah keluarnya Mubes I 1994, kebijakan pertama politik yang diterapkan adalah menganut prinsip negara federal. Prinsip ini ternyata tidak berjalan optimal dan bahkan menimbulkan problem baru bagi kehidupan ormawa di dalam kampus, diantaranya kurang efektifnya pola koordinasi yang terjadi di antara pemerintahan pusat dan negara bagian sehingga mengakibatkan tidak berjalannya kebijakan strategis pemerintah pusat dan tidak terciptanya daya dukung dari pemerintahan negara bagian. Dengan adanya problematika tersebut, akhirnya muncullah Mubes II yang mengatur bahwa kebijakan politik akan diatur dalam 3 kekuasaan, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Adapun yang menjalankan eksekutif mahasiswa terdiri dari HMJ, LMF, DOP, dan BEM ITS. Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang dan dijalankan oleh Legislatif Mahasiswa (LM) ITS yang sifatnya representatif terhadap mahasiswa ITS. Sedangkan kekuasaan yudikatif akan dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) ITS yang sifatnya normatif dan memegang kekuasaan kehakiman. Kesemuanya tadi harusalah menjunjung tinggi Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa ITS (KDKM ITS). Disamping itu, perpolitikan mahasiswa ITS juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu ormawa (BEM ITS, HMJ, LMF dsb.) dan non ormawa (LMB dan LSM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar